contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Friday, April 16, 2010

Tes..tes…tes…
Tulisan ini saya publish bertepatan dengan tgl 3-12-2009,hari peringatan difabel sedunia.[kelamaan nulis mundur sehari deh]

Saya ingin semua orang diluar sana yang merasa pernah mengatakan tidak bisa menjadi malu setelah membaca ini..[mudah-mudahan sih]

Inti catatan saya kali ini bukan mengenai kaum difabel dalam artian mereka sebagai subjeknya, melainkan mereka sebagai role model untuk semangat hidup mereka.

Saya akan mulai bercerita dari kisah hidup saya, yang [seperti biasa konyol] berarti dan selalu membuat saya tersenyum mengingatnya.
Garis keturunan ayah saya, mempunyai bakat seni yang tinggi. Sepertinya darah seni sudah mengalir dalam jiwa mereka semua. Sehingga wajar jika saya berharap, ada titisan bakat tersebut pada diri saya.

saya tidak bisa menggambar

Itu kalimat yang selalu ada di otak saya. Saya kecewa. Bagaimana bisa darah seni yang harusnya ada mengalir dalam pembuluh darah saya, dibelokkan entah kemana. Saya terus berusaha memungkirinya. Saya berusaha keras agar setidaknya ada satu orang yang mengakui “saya bisa menggambar”.

Saat TK, saya rajin [kepedean] mengirimkan diri menjadi peserta lomba menggambar dan mewarnai. Setiap melewati seleksi, selalu saja tidak lolos. Sampai pada akhirnya [mungkin krn iba] saya diloloskan mengikuti salah satu lomba menggambar dan mewarnai di salah satu kebun binatang di kota saya.

Saya masih ingat benar, ketika 15 menit pertama disaat semua orang mulai mencoretkan crayon berwarnanya ke kertas gambar. Saat itu, yang saya lakukan hanya terdiam dan memandang sekitar sambil berpikir “apa yang saya gambar??”. Ketika itu, orang tua saya kebetulan ikut menemani jadi saya pikir ini kesempatan bagus untuk membuktikan kepada mereka saya bisa menggambar[ahahaha].

15 menit kemudian saya mulai menggambar pohon beringin dengan ‘sangat indahnya’ menurut saya. Pohon beringin yang sangat lebat dan banyak jumlahnya. Setelah itu, saya mulai menggambar sebuah kandang. Sejenak saya berpikir, lalu apa isinya…….seekor macan…ya..isinya seekor macan. Saya sangat serius menggambar sebuah kandang,pohon,dan seekor macan ketika itu sampai tidak memperhatikan peserta lain sudah mulai selesai menggambar. Tik tok tik tok…

Voila..gambar saya selesai juga….

Setelah itu, saya tunjukkan gambar tersebut kepada kedua orang tua saya. Apa yang terjadi???mereka tertawa terbahak-bahak sambil berkata “ni macan apa kucing???”…entah kenapa, walaupun saya ditertawakan seperti itu, saya tetap merasa bahagia. Setidaknya mereka mengerti bahwa gambar yang saya maksud adalah seekor macan [hhe].

Cerita lain soal ‘ketidakbisaan’ saya.

Ketika SMA, saya pernah mengikuti acara seribu perempuan melukis bersama memperingati hari kartini. SEMUA lukisan dari acara tersebut akan dilelang dan disumbangkan. Saya [memaksa] mendaftarkan diri pada guru kesenian saya. Dalam pikiran saya, menggambar saja orang-orang susah membedakan itu macan atau kucing apalagi melukis menggunakan ‘alat2’ seperti itu…tapi lampu kepedean saya ketika itu sedang terang-terangnya. Alhasil nekat saja mengikuti event tersebut.

Untung saja, naluri kekreatifan saya bermain ketika di depan saya ada sebuah kanvas, palet, cat minyak, dll. Saya tak terlalu memalukan dengan mengerti bagaimana cara menggunakan alat2 tersebut tanpa bertanya kiri kanan. Sekali lagi orang tua saya ikut mendampingi ketika itu. Sama seperti sebelumnya, ketika alarm dibunyikan dan semua orang mulai menggoreskan kuasnya. Yang saya lakukan hanya terdiam dan cari inspirasi [percayalah bahwa saya mengerti arti kata ‘inspirasi’]. Beberapa menit kemudian…inspirasi itu mulai muncul dan semuanya berjalan selayaknya orang ‘normal melukis’.

Saya masih ingat ketika itu, saya menggambar di sebelah kanan ada wajah seseorang dengan mimik sangat sedih melihat sebuah lukisan pegunungan indah di depannya hancur berantakan, lukisan ini punya arti tentang sedihnya seseorang [atau mungkin banyak orang]melihat keadaan Indonesia yang dulunya diceritakan seindah lukisan yang hancur tersebut]. Saya baru menyadari di tengah-tengah jalannya ide lukisan tersebut bahwa secara tidak langsung saya harus menggambar 2 lukisan sekaligus. Lukisan utama dan lukisan dalam lukisan tersebut. Kata2 yang muncul ketika itu hanyalah saya pasti tidak bisa menyelesaikannya.

Beberapa menit kemudian [atau bahkan jam] sebuah lukisan terpampang di hadapan saya. Dengan perasaan sangat bangga dan lega, saya menunjukkan lukisan saya kepada kedua orang tua saya. Apa pendapat mereka…
“ini gambar lukisan atau gambar celana orang??”
Saya tidak sedih ketika itu. Sama seperti sebelumnya….setidaknya mereka mengerti bahwa itu adalah sebuah lukisan [yang mungkin lebih mirip celana orang].

Kejadian2 tersebut beberapa kali berlangsung, sampai akhirnya guru saya tidak pernah mengajak saya lagi untuk mengikuti kompetisi2 seperti itu [krn mgkn dianggap memalukan.ahahaha]
Semua hasil ‘karya’ saya dianggap mirip A,B,C, bahkan D, saya tidak pernah tersinggung mendengarnya.

Dari pengalaman2 [konyol] saya tersebut. Dari kata tidak bisa yang selalu saya ucapkan ketika menggambar atau melukis; apapun hasilnya, bagaimanapun prosesnya, bermacam pula komentar orang tidak dapat dipungkiri bahwa apa yang ada di depan saya adalah sebuah gambar/lukisan yang prosesnya dinamai menggambar/melukis. Lalu dibagian mananya kata2 tidak bisa menggambar/melukis itu dibuktikan??

Ketika SD. Saya dipaksa masuk ke kolam renang setelah sebelumnya saya tidak pernah masuk ke kolam renang tanpa digendong ayah saya. Hanya beberapa detik ketika itu, saya diajarkan gaya meluncur untuk pemula. Beberapa menit kemudian guru olahraga saya memerintahkan untuk tes meluncur seketika itu juga. Kata2 saya tidak bisa meluncur bernyanyi2 di telinga saya.

Ketika giliran saya, saya hanya bisa menangis dan merengek tidak bisa ketika itu. Guru saya langsung berubah sangat kejam selayaknya frankenstain mengincar otak segar saya. Saya begitu ketakutan dan mencoba berhenti menangis. Sampai akhirnya muncul bisikan, saya pasti bisa. saya meluncur ke depan. Dan tanpa diduga…saya bisa meluncur. Bahkan disuruh bolak-balik 10 kalipun saya bisa. Sampai akhirnya guru saya mengatakan katanya tidak bisa dan muka saya memerah karena malu ketika itu. Mengherankan juga saat ini saya mahir berenang selayaknya kecebong dari kata2 tidak bisa tersebut.

Saat SMA, Saya pernah ditujukan sebuah film yang menceritakan bagaimana para difabel mengikuti olimpiade olahraga tingkat dunia. Dengan soundtrack hero dari tante Mariah carey sangat mendukung alasan saya menangis ketika itu. Betapa malunya saya yang sering berkata tidak bisa bila dibandingkan dengan mereka.

you are what you think

Saya tidak bisa berenang
Saya tidak bisa menari
Saya tidak bisa berhitung
Dll

Semuanya pasti bisa bila kita mau. Kalau dari awal kata2 tidak bisa sudah tertanam di otak, apapun yang dikerjakan pasti terasa berat dan berasa “emang gag bisa”. Katakan bisa dahulu, ketika benar2 belum mampu…katakanlah belum bisa agar kita termotivasi menjadi bisa dan orang lain tak segan membantu.

Standing ovation dan round of applause untuk:

Qian hongyan atlet basket dan renang tanpa kedua kakinya.

Jessica long atlet renang, senam, skating, dan rock climbing tanpa kedua kakinya.

Natalie du Toit of Cape Town atlet renang cacat amputasi pertama yang mendapat izin berlaga di Olimpiade musim panas Beijing, agustus lalu.

Lacey Henderson captain tim cheerleader Universitas Denver walaupun kaki kanannya diamputasi.

dan semua difabel yang selalu bersemangat dan menginspirasikan orang lain dalam hidupnya.

Masih enggak malu ngomong tidak bisa ?????
Saat ini saya juga sedang belajar untuk mengusir kata tidak bisa dari kamus hidup saya [secara kamus hidupku bahasa spanyol]
Mulai saat ini ayo katakan saya bisa ya……

:D

0

0 comments:

just come and see *kikikkkkiikkik

Powered By Blogger

Followers